Ada 7 Paket Kebijakan Ekonomi
Perekonomian indonesia menghadapi berbagai tantangan sejak awal tahun
2015. Bahkan, sejak awal pemerintahan Joko Widodo berdaulat (Oktober 2014),
perekonomian indonesia sudah menghadapi banyak ‘tekanan’. Pelemahan rupiah
semenjak akhir 2014 –saat itu masih berkisar 13,000 hingga sekarang hampir
menyentuh 15.000, pertumbuhan ekonomi yang kuartal I dan II yang tak sesuai
harapan –kuartal I bahkan tak sampai 5%, inflasi yang bergejolak pasca
kebijakan dicabutnya subsidi BBM, hingga devisa negara yang terus terkuras
untuk menyelamatkan beberapa polemik yang telah disebutkan.
Pada bulan Agustus 2015, Presiden Joko Widodo mengambil langkah besar
dengan me-reshuffle kabinetnya. Darmin Nasution, mantan gubernur Bank
Indonesia, dipanggil untuk memimpin Kabinet Kerja ‘divisi ekonomi’. Tak lama
setelah hadirnya kapten baru di tim, Pak Presiden mengambil langkah kongkret
penyelamatan perekonomian Indonesia. Sebuah paket kebijakan ekonomi akhirnya
dikeluarkan
Paket kebijakan ekonomi pertama: Insentif untuk semua pemangku
kepentingan
Dalam paket kebijakan pertama, pemerintah menegaskan komitmennya untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi. Berbagai kebiijakan diambil untuk memberikan
insentif dan kemudahan bagi aktivitas para pemangku kepentingan dalam
perekonomian.
Ada proses deregulasi untuk investor, subsidi bunga kredit untuk sektor
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) hingga rumah murah untuk masyarakat
pekerja.
Kelemahan dari paket jilid pertama adalah sifatnya yang baru berdampak
nyata dalam jangka menengah panjang.
"Nature dari paket kebijakan ini lebih bersifat jangka menengah dan
jangka panjang. Saya masih belum melihat paket kebijakan ini akan berdampak
segera di tahun ini," kata ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal
ketika itu.
Paket kebijakan ekonomi kedua: Fokus undang investasi dengan lima jurus
Mendorong pertumbuhan investasi di Indonesia menjadi fokus dari paket
kebijakan ekonomi jilid kedua. Sejumlah strategi telah disiapkan untuk mencapai
tujuan tersebut.
1. Proses perizinan yang lebih sederhana
Pemerintah kembali menegaskan komitmennya untuk mewujudkan proses
perizinan yang lebih sederhana dalam proses penanaman investasi. Hal ini
diharapkan dapat membuat iklim investasi di Indonesia menjadi semakin kondusif.
"Izin lingkungan di kawasan industri sudah diberikan kepada
kawasannya, sehingga untuk investasi di dalamnya tidak perlu izin lagi. Dengan
demikian, waktu untuk mengurus izin investasi di kawasan industri menjadi jauh
lebih cepat, sekitar tiga jam saja," ujar Menteri Koordinator Perekonomian
Darmin Nasution dalam pernyataan persnya Istana Negara saat peluncuran.
2. Pengesahan tax allowance dan tax holiday yang lebih cepat
Dalam paket kebijakan ekonomi kali ini, pemerintah juga berusaha
mengoptimalkan insentif tax allowance
dan tax holiday
yang sebelumnya telah disahkan masing-masing dengan Peraturan Pemerintah (PP)
No. 18 dan No. 159 tahun 2015.
Caranya adalah dengan memastikan proses pemberian persetujuan dapat berlangsung
relatif cepat bagi wajib pajak yang mengajukan permohonan untuk memperoleh
kedua insentif tersebut.
3. Pembebasan PPN untuk impor alat angkut tertentu
Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 tahun 2015, pemerintah akan
membebaskan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor alat angkutan
tertentu. Dengan kebijakan ini, biaya pembangunan infrastruktur transportasi di
Indonesia diharapkan dapat ditekan.
Apa saja alat angkut yang impornya akan bebas PPN? Di antaranya adalah
galangan kapal dan pesawat udara dengan suku cadangnya. Daftar lengkapnya bisa
kamu baca di sini.
4. Pajak bunga deposito yang lebih rendah bagi eksportir
Pemerintah siap untuk memberikan pajak bunga deposito yang lebih rendah
bagi para eksportir Indonesia yang menyimpan dananya di bank-bank tanah air.
Langkah ini diharapkan dapat menjadi insentif bagi mereka agar tak
"memarkir" Devisa Hasil Ekspor (DHE) di luar negeri.
5. Pemerintah daerah siap mendukung
Dalam proses implementasinya, berbagai
kebijakan yang termuat dalam paket kebijakan ekonomi jilid dua ini juga akan
memperoleh dukungan penuh pemerintah daerah, demikian ditegaskan Sekretaris Kabinet
Pramono Anung.
"Kalau di pusat perizinan cepat, maka di daerah juga harus
cepat," kata Pramono.
Paket kebijakan ketiga meluncur di tengah
tekanan terhadap daya saing dunia usaha dalam negeri. Depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap dolar AS membuat biaya impor semakin tinggi. Meskipun
menguntungkan para eksportir, hal ini di sisi lain membuat situasi perekonomian
Indonesia menjadi tak kondusif.
Karena itu dalam paket kebijakan jilid tiga ini diluncurkan sejumlah
insentif untuk menurunkan biaya perusahaan dalam proses produksi dan memperoleh
tambahan modal, yaitu :
1. Penurunan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), gas, dan listrik: Harga
avtur, Liquified Petroleum Gas (LPG) 12 kg, Pertamax, dan Pertalite efektif
turun sejak 1 Oktober 2015.
Sedangkan harga gas untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan
sesuai dengan kemampuan daya beli industri pupuk dan harga listrik untuk
pelanggan industri I3 dan I4 akan turun sebesar Rp 12 – Rp 13 per kWh mengikuti
turunnya harga minyak dunia.
2. Perluasan wirausahawan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR): Untuk
meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, pemerintah telah
menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22 persen menjadi 12 persen.
3. Penyederhanaan izin pertanahan dalam kegiatan penanaman modal: Di
bidang pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
merevisi Peraturan Menteri No. 2 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan
Pengaturan Agraria, Tata Ruang, dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal.
Tujuannya, membuat proses mengurus izin pertanahan menjadi lebih efisien.
Paket kebijakan ekonomi keempat: Formula baru perhitungan upah minimum
dan kredit modal kerja untuk produsen barang ekspor
Produktivitas pekerja adalah salah satu
fondasi untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi.
Untuk memberikan insentif kepada pekerja sekaligus menjamin
kesejahteraan mereka, pemerintah meluncurkan formula baru untuk menghitung
besaran kenaikan upah minimum tahunan yang tertuang dalam PP No. 78 tahun 2015
tentang pengupahan.
Namun demikian, PP Pengupahan ini justru menuai protes
dari sejumlah kelompok buruh karena dinilai tak menguntungkan mereka.
Juga diumumkan dalam peluncuran paket keempat, Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) sudah melakukan pemetaan terhadap perusahaan-perusahaan
produsen komoditas ekspor di Tanah Air. Hasilnya, terdapat 30 perusahaan yang
berpotensi untuk memperoleh kredit modal kerja.
Paket kebijakan ekonomi kelima: Insentif untuk revaluasi aset dan
penghapusan pajak berganda dalam Real Estate Investment Trust (REIT)
Dalam paket kebijakan ekonomi lima ini,
pemerintah memberikan insentif pajak bagi individu atau badan usaha yang ingin
melakukan revaluasi aset.
Akan ada pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPH) revaluasi. Jika
proposal revaluasi diserahkan sebelum akhir tahun, besaran tarif khusus
revaluasi akan menjadi 3 persen dari sebelumnya 10 persen. Apabila diserahkan
pada semester pertama 2016, menjadi 4 persen dan bila pada semester kedua 2016,
menjadi 6 persen. Selain itu, instrumen investasi Real Estate Investment Trust
(REIT) akan bebas dari pajak berganda.
Paket kebijakan ekonomi ke enam terdiri dari tiga paket kebijakan, yakni
1. Upaya menggerakkan perekonomian di wilayah pinggiran dengan
pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
2. Penyediaan air untuk masyarakat secara berkelanjutan dan berkeadilan.
3. Simplifikasi perizinan di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Paket kebijakan ekonomi ketujuh itu dibagi dalam dua pendekatan,
Pertama berkaitan dengan industri padat
karya, yang kedua tetap ada kaitannya dengan industri padat karya, dan yang
ketiga terkait masalah agraria tentang percepatan kemudahan dalam penerbitan
sertifikat tanah, terutama untuk PKL.
Terkait dengan industri padat karya, Seskab mengemukakan, adanya
perubahan peraturan pemerintah yang ingin memberikan kemudahan pada
industri-industri tertentu yang khusus, dimana reprentensif karyawannya banyak,
yang SDM (Sumber Daya Manusia)-nya banyak.
Adapun terkait masalah agraria, menurut Seskab, pemerintah akan
memberikan tentang percepatan kemudahan dalam penerbitan sertifikat tanah,
terutama untuk Pedagang Kaki Lima (PKL). “Nanti juga akan diatur lebih lanjut
bagi sektor-sektor lainnya,”
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar