Larangan Ekspor Bahan Mentah akan Diperluas
Pemerintah bisa melarang ekspor sumber daya alam (SDA) dalam bentuk mentah, seiring berlakunya Undang-Undang Perindustrian yang baru. Mulai Januari 2014, pemerintah melarang ekspor mineral mentah sesuai dengan UU Mineral dan Batubara. Ke depan, larangan ekspor bisa diperluas ke komoditas lain di luar mineral."Hal itu untuk mendukung Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN). Ini sesuai dengan amanat UU Perindustrian," ujar Menteri Perindustrian MS Hidayat di Denpasar, Bali, akhir pekan lalu.
Menurut Hidayat, pelaksanaan teknis RIPIN akan diatur dengan peraturan pemerintah (PP), peraturan presiden (perpres), dan peraturan menteri (permen). Pelarangan ekspor bahan mentah sangat dimungkinkan diatur dalam aturan pelaksanaan.
Prosesnya, kata dia, dimulai dari Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Tahap awal, Kemenperin merekomendasikan komoditas apa saja yang dilarang diekspor. Selanjutnya, jadi atau tidaknya larangan ekspor akan diputuskan dalam rapat koordinasi tingkat menteri yang dipimpin menko perekonomian.
"Jadi, dalam rangka mencapai target RIPIN 20 tahun, kami bisa rekomendasikan kementerian untuk menyelaraskan kebijakannya dengan rencana induk tersebut," kata Hidayat.
Dengan UU Perindustrian, lanjut Hidayat, bahan mentah tidak bisa lagi seenaknya diekspor. Selama puluhan tahun, Indonesia mengekspor bahan mentah ke negara-negara maju, lalu masuk ke Indonesia dalam bentuk barang jadi dengan harga mahal.
"Sekarang, kita harus lebih cerdas memproses SDA kita," kata Hidayat. Dia berharap semua perangkat pelaksana yang diamanatkan UU Perindustrian sudah siap paling lambat Oktober 2014. Dengan demikian, ujar Hidayat, menteri perindustrian berikutnya memiliki wewenang penuh untuk melaksanakan amanat-amanat UU tersebut.
Dia menjelaskan, Bab VI UU Perindustrian mengatur tentang pembangunan sumber daya industri. Salah satunya adalah pemanfaatan sumber daya alam.
Berdasarkan inventarisasi tim UU Perindustrian, setidaknya ada 23 aspek penting dan utama yang diamanatkan UU. Untuk itu, dibutuhkan PP untuk aspek-aspek tersebut. Salah satunya adalah PP tentang pembatasan serta pelarangan ekspor SDA.
Sekjen Kemenperin Anshari Bukhari menyatakan, untuk menjalankan program hilirisasi industri yang sudah berlangsung, UU Perindustrian kembali memperkuat aturan mengenai kebijakan insentif, yakni fiskal dan nonfiskal.
"Pada intinya, UU menyatakan SDA baik yang terbarukan atau tidak harus diutamakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jadi, pemerintah bisa saja melakukan pembatasan atau pelarangan ekspor agar bisa terpenuhi kebutuhan dalam negeri. Nanti akan ada sistem insentif dan disinsentif di situ," kata Anshari.
Dia menyatakan, RIPIN diharapkan bisa mengatasi persoalan yang terusmuncul akibat pertumbuhan industri, yakni lonjakan impor bahan baku dan bahan penolong. Dia mencontohkan, selama ini Indonesia mengekspor bauksit kemudian mengimpornya kembali dalam bentuk alumina yang digunakan oleh PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) untuk memproduksi aluminium batangan.
Selain itu, dia menegaskan, PT Krakatu Steel Tbk (KS) masih mengimpor bahan baku besi dan baja.
Industri petrokimia juga masih tergantung pada bahan baku impor. Bahkan, per September 2013, impor petrokimia menguras devisa US$ 16 miliar.
"Kenapa tidak industri hulu petrokimia dibangun melalui pembangunan kilang (refinery). Dengan UU
Perindustrian, kita akan punya instrumen, payung hukum, untuk berbicara dengan kementerian lain. Misalnya, meminta rencana investasi petrokimia segera direalisasikan atau mendorong pelaksanaan UU Minerba," kata Anshari.
Staf Khusus Menteri Perindustrian Erna Zetha Rusman menyatakan, pemanfaatan SDA untuk menciptakan nilai tambah seharusnya dinikmati oleh masyarakat Indonesia. Dia meyakini amanat UU itu tidak akan mengganggu kinerja ekspor Indonesia yang selama ini mengandalkan bahan mentah.
Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno menuturkan, dengan UU Perindustrian, hilirisasi industri berbasis SDA bisa terus dilakukan. Imbasnya, Indonesia tidak lagi hanya sekedar mengekspor bahan mentah.
"Bahasa ekstremnya, kita bisa meninggalkan era VOC. Saat ini sudah terasa efek hilirisasi. Ekspor produk hilirisasi seperti berbasis kakao sudah kita nikmati. Tiap tahun, naik terus. Kalau dilakukan pelarangan komoditas lain, saya yakin tidak akan mengganggu ekspor. Buat apa ekspor kalau tidak ada nilainya," kata Benny. (eme)
Sumber
:
http://www.kemenperin.go.id/artikel/8245/Larangan-Ekspor-Bahan-Mentah-akan-Diperluas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar